Pagi itu Nampak cerah, siulan burung kian
bersahutan menyambut pagi, disebuah bukit berdirilah sebuah rumah yang
Nampak sudah rapuh termakan rayap, dibilik bamboo teras rumah itu Nampak
seorang wanita tua sedang menganyam tikar bambu, titk peluh membasahi
wajah nya, ia seorang janda yang ditinggalkan suami nya wafat, dari
kejauhan Nampak seorang anak laki-laki setengah
baya sedang memikul kayu bakar, umar nama lelaki itu, ia anak dari
hadijah, janda tua itu. Sesampai nya di teras rumah umar duduk bersilah
sambil mengibas kan topi caping nya, Nampak ia sangatlah lelah, sang ibu
beranjak seraya bertanya, “ anak ku kau Nampak lelah, apa kau ingin
segelas air minum nak..? biar ibu ambil kan, umar pun menjawab seraya
membereskan kayu bakar “ terimakasih bu, aku memang sangat haus bu..”
dengan segera hadijaah pergi ke dapur mengambilkan air minum untuk anak
semata wayang nya. Sekembalinya di teras rumah, hadijah pun meletak kan
segelas air putih di bilik bambu seraya berkata “ umar anak ku, ini
minuman yang kau pinta..! minum lah dulu, biar ibu yang nanti
membereskan kayu bakar itu” umar menjawab seraya beranjak menghampiri
ibu nya “ iya bu,” jawab nya singkat. Seteguk air putih membasahi
tenggorokan nya, Nampak umar kembali segar dan ia langsung berdiri,
hadijah bertanya heran “ mau kemana kamu anak ku “ umar menjawab seraya
menoleh kearah ibu nya “ aku ingin melanjutkan pekerja’an ku membereskan
kayu bakar itu bu” “duduk lah dulu sebentar di sini umar ada yang ibu
ingin bicarakan padamu “ jawab ibu nya singkat, umar pun mengurung kan
niat untuk melajutkan pekerja’an nya, tanda Tanya menyelimuti hati nya,
apa gerangan yang ingin ibunda nya bicarakan. Hadijah pun memulai
pembicara’an nya “umar, kau tumbuh pesat dan sudah sa’at nya kau
berkeluarga..apa kau sudah siap..?” umar menghela nafas panjang, lama ia
menjawab pertanya’an ibu nya, akhir nya umar menjawab “ bu.. aku masih
ingin berbakti pada ibu, aku masih ingin membahagiakan ibu..” hadijah
pun menghela nafas panjang seraya berujar
“ umar salah satu
kewajiban orang tua ia lah menyegerakan pernikahan anak nya, ibu tidak
ingin mengulur waktu, karna seorang anak adalah titpan tuhan, dan orang
tua memikul beban anak nya sampai ia sudah menikah “
umar menghela
nafas panjang tanda konflik di dalam batin nya berkecamuk, akhir nya ia
mengambil keputusan final setelah menimbang-nimbang perminta’an ibunya,
umar berkata “ baik lah bu, akan ku cari pendamping hidup lebih awal”
jawab umar singkat seraya pergi meninggal kan ibunya keluar.
Selang beberapa bulan, tibalah sa’at nya umar meminang gadis puja’an
hati nya yang ia idam-idam kan, cantik paras nya, dan cukup berada, umar
berfikir dengan ia meminang gadis itu dapat memperbaiki perekonomian
keluarga nya, acara perkawinan pun berlangsung sederhana di rumah umar
di saksikan ibunda tercinta umar, waktu demi waktu berlalu, Nampak
keluarga umar bahagia di rumah umar, namun seiring dengan waktu,
kepribadian istri umar pun mulai terkuak busuk nya, ia menghasut umar
agar membuang ibu nya yang mulai menyusahkan dirumah nya ke dalam hutan,
namun umar tergolong anak yang berbakti, ia tidak begitu saja melakukan
perintah dari istri nya tersebut, malah berapa kali umar dan istri nya
terjadi cek cok mulut, pada suatu hari hadijah yang mulai rentan
termakan usia secara tidak sengaja mencuci pakaian umar yang di dalam
nya terdapat beberapa lembar uang gajih nya semenjak bekerja menjadi
seorang mandor di perkebunan mertua nya, sepengetahuan nya umar bahwa
uang telah tercuci, umar pun marah besar kepada ibu nya,
syetan
pun kegirangan melihat tingkah umar si anak sholeh yang dirasuki amarah,
syetan pun mengambil bagian disa’at seorang manusia di landa amarah,
sehingga mudah bagi nya untuk menghasut umar
melihat keada’an
seperti itu sang istri umar berteriak kegirangan di dalam hati nya,
seperti api yang di masukan kayu kering, kemarahan umar semakin
menjadi-jadi, hal yang semula tidak ia ingi kan untuk membuang ibu nya
dengan segera umar bertingkah semena-mena terhadap ibunya, umar berkata
dengan nada geram “ dasar lancang kau perempuan tua, tak ada yang
menyuruh mu mencuci pakaian ku, kenapa tanpa se ijin ku kau malah
bertindak bodoh.” Cerca umar pada ibu nya, mendengar perkata’an anak nya
hati hadijah hancur berkeping-keping mengingat umar anak yang shaleh
dan bakti kepada orang tua, kini ia tega membuat ibu nya menangis.
Hadijah menjawab seraya air mata yang sebenar nya tidak ingin ia
perlihatkan di hadapan anak nya “ umar, ibu sedang sakit, bolehkah ibu
menumpang sementara dirumah ini, jika ibu sudah sedikit sembuh, ibu akan
segera menhilang dari pandangan mu anak ku” jawab hadijah pilu, sang
istri pun ikut berbicara dengan pongah nya “ untuk apa..??? segeralah
kau pergi nenek tua..” umar pun langsung menimpali dengan jawaban yang
kasar. Astagfirullah… hadijah pun kembali berkata “ ibu tak mampu
berjalan jauh nak, ibu sudah tua” jawab hadijah memelas. Langsung saja
umar berkata “ biar aku yang menggendong mu pergi jauh dari sini.” Hati
umar sudah berhasil dikuasai syetan, hilang lah sudah amal shaleh nya
selama ini, hilanglah sudah jalan menuju syurga yang akan ia raih.
Menangis hadijah, air mata itu keluar deras, tapi hadijah mencoba tegar,
ia balas semua caci maki dari anak dan menantu nya sendiri dengan
sebuah senyuman, pertanda ia ikhlas,
Singkat cerita, umar dan
ibu nya pun sudah berjalan jauh dari rumah mereka, umar yang menggendong
hadijah tak Nampak raut kesalahan sedikit pun di wajah nya, di
sepanjang hutan yang mereka telesuri, hadijah Nampak pucat seraya
mematahkan ranting-ranting pohon di sepanjang perjalanan, tak ada
sepatah kata pun keluar dari mulut hadijah dan umar. Sampailah umar di
dalam hutan belantara, dan ia bergegas meninggal kan ibu nya di tengah
hutan, tapi alangkah terkejut nya umar ketika ia berjalan sudah terlalu
jauh dan ia lupa akan jalan pulang. Di dalam kebingungan umar, hadijah
yang terbaring lemah di tanah berkata,
“ anak ku umar, aku
sudah menduga hal ini akan terjadi, kau sangat marah pada ku sehingga
kau tidak menyadari sampai mana kau berjalan.. disepanjang jalan kau
membawa ibu pergi, ibu selalu mematah kan ranting-ranting pepohonan yang
kita lalui, ikuti lah ranting – ranting itu nak, temui istri mu..
pulang lah..”
mendengar perkata’an hadijah hati umar bergetar
hebat.. air mata membanjiri wajah nya.. segera ia memeluk ibu nya.. dan
ketika itu juga hadijah berkata di tengah tubuh nya yang lemah
“ khilaf itu hak nya manusia nak.. meski ibu menangis, ibu tetap bangga
mempunyai anak yang berbakti seperti mu.. ibu mema’afkan mu umar…!!”
Nampak suara hadijah melemah.. umar berkata dengan berhamburan air mata
“ ma’afkan aku ibu,,, “ seraya memeluk tubuh hadijah yang terbaring
ditanah.. umar mengulang perkata’an ma’af pada ibu nya sampai
berkali-kali namun tak ada jawaban dari ibu nya.. umar mencoba
mengangkat tubuh ibu nya dari rangkulan nya.. apa yang umar dapati…??
Jasad ibu nya mengembang kan satu senyuman penuh arti tanda hadijah yang
mengasihi anak nya, walau umar telah melukai batin nya, rerumputan dan
pepohonan menjadi saksi kepergian hadijah. Umar berada dalam penyesalan
yang dalam,terhadap kesalahan nya sehingga membuat dirinya gila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar