Sabtu, 28 April 2012

SEBUAH RANTING MENYADARKAN UMAR

Pagi itu Nampak cerah, siulan burung kian bersahutan menyambut pagi, disebuah bukit berdirilah sebuah rumah yang Nampak sudah rapuh termakan rayap, dibilik bamboo teras rumah itu Nampak seorang wanita tua sedang menganyam tikar bambu, titk peluh membasahi wajah nya, ia seorang janda yang ditinggalkan suami nya wafat, dari kejauhan Nampak seorang anak laki-laki setengah baya sedang memikul kayu bakar, umar nama lelaki itu, ia anak dari hadijah, janda tua itu. Sesampai nya di teras rumah umar duduk bersilah sambil mengibas kan topi caping nya, Nampak ia sangatlah lelah, sang ibu beranjak seraya bertanya, “ anak ku kau Nampak lelah, apa kau ingin segelas air minum nak..? biar ibu ambil kan, umar pun menjawab seraya membereskan kayu bakar “ terimakasih bu, aku memang sangat haus bu..” dengan segera hadijaah pergi ke dapur mengambilkan air minum untuk anak semata wayang nya. Sekembalinya di teras rumah, hadijah pun meletak kan segelas air putih di bilik bambu seraya berkata “ umar anak ku, ini minuman yang kau pinta..! minum lah dulu, biar ibu yang nanti membereskan kayu bakar itu” umar menjawab seraya beranjak menghampiri ibu nya “ iya bu,” jawab nya singkat. Seteguk air putih membasahi tenggorokan nya, Nampak umar kembali segar dan ia langsung berdiri, hadijah bertanya heran “ mau kemana kamu anak ku “ umar menjawab seraya menoleh kearah ibu nya “ aku ingin melanjutkan pekerja’an ku membereskan kayu bakar itu bu” “duduk lah dulu sebentar di sini umar ada yang ibu ingin bicarakan padamu “ jawab ibu nya singkat, umar pun mengurung kan niat untuk melajutkan pekerja’an nya, tanda Tanya menyelimuti hati nya, apa gerangan yang ingin ibunda nya bicarakan. Hadijah pun memulai pembicara’an nya “umar, kau tumbuh pesat dan sudah sa’at nya kau berkeluarga..apa kau sudah siap..?” umar menghela nafas panjang, lama ia menjawab pertanya’an ibu nya, akhir nya umar menjawab “ bu.. aku masih ingin berbakti pada ibu, aku masih ingin membahagiakan ibu..” hadijah pun menghela nafas panjang seraya berujar

“ umar salah satu kewajiban orang tua ia lah menyegerakan pernikahan anak nya, ibu tidak ingin mengulur waktu, karna seorang anak adalah titpan tuhan, dan orang tua memikul beban anak nya sampai ia sudah menikah “
umar menghela nafas panjang tanda konflik di dalam batin nya berkecamuk, akhir nya ia mengambil keputusan final setelah menimbang-nimbang perminta’an ibunya, umar berkata “ baik lah bu, akan ku cari pendamping hidup lebih awal” jawab umar singkat seraya pergi meninggal kan ibunya keluar.


Selang beberapa bulan, tibalah sa’at nya umar meminang gadis puja’an hati nya yang ia idam-idam kan, cantik paras nya, dan cukup berada, umar berfikir dengan ia meminang gadis itu dapat memperbaiki perekonomian keluarga nya, acara perkawinan pun berlangsung sederhana di rumah umar di saksikan ibunda tercinta umar, waktu demi waktu berlalu, Nampak keluarga umar bahagia di rumah umar, namun seiring dengan waktu, kepribadian istri umar pun mulai terkuak busuk nya, ia menghasut umar agar membuang ibu nya yang mulai menyusahkan dirumah nya ke dalam hutan, namun umar tergolong anak yang berbakti, ia tidak begitu saja melakukan perintah dari istri nya tersebut, malah berapa kali umar dan istri nya terjadi cek cok mulut, pada suatu hari hadijah yang mulai rentan termakan usia secara tidak sengaja mencuci pakaian umar yang di dalam nya terdapat beberapa lembar uang gajih nya semenjak bekerja menjadi seorang mandor di perkebunan mertua nya, sepengetahuan nya umar bahwa uang telah tercuci, umar pun marah besar kepada ibu nya,
syetan pun kegirangan melihat tingkah umar si anak sholeh yang dirasuki amarah, syetan pun mengambil bagian disa’at seorang manusia di landa amarah, sehingga mudah bagi nya untuk menghasut umar
melihat keada’an seperti itu sang istri umar berteriak kegirangan di dalam hati nya, seperti api yang di masukan kayu kering, kemarahan umar semakin menjadi-jadi, hal yang semula tidak ia ingi kan untuk membuang ibu nya dengan segera umar bertingkah semena-mena terhadap ibunya, umar berkata dengan nada geram “ dasar lancang kau perempuan tua, tak ada yang menyuruh mu mencuci pakaian ku, kenapa tanpa se ijin ku kau malah bertindak bodoh.” Cerca umar pada ibu nya, mendengar perkata’an anak nya hati hadijah hancur berkeping-keping mengingat umar anak yang shaleh dan bakti kepada orang tua, kini ia tega membuat ibu nya menangis. Hadijah menjawab seraya air mata yang sebenar nya tidak ingin ia perlihatkan di hadapan anak nya “ umar, ibu sedang sakit, bolehkah ibu menumpang sementara dirumah ini, jika ibu sudah sedikit sembuh, ibu akan segera menhilang dari pandangan mu anak ku” jawab hadijah pilu, sang istri pun ikut berbicara dengan pongah nya “ untuk apa..??? segeralah kau pergi nenek tua..” umar pun langsung menimpali dengan jawaban yang kasar. Astagfirullah… hadijah pun kembali berkata “ ibu tak mampu berjalan jauh nak, ibu sudah tua” jawab hadijah memelas. Langsung saja umar berkata “ biar aku yang menggendong mu pergi jauh dari sini.” Hati umar sudah berhasil dikuasai syetan, hilang lah sudah amal shaleh nya selama ini, hilanglah sudah jalan menuju syurga yang akan ia raih. Menangis hadijah, air mata itu keluar deras, tapi hadijah mencoba tegar, ia balas semua caci maki dari anak dan menantu nya sendiri dengan sebuah senyuman, pertanda ia ikhlas,

Singkat cerita, umar dan ibu nya pun sudah berjalan jauh dari rumah mereka, umar yang menggendong hadijah tak Nampak raut kesalahan sedikit pun di wajah nya, di sepanjang hutan yang mereka telesuri, hadijah Nampak pucat seraya mematahkan ranting-ranting pohon di sepanjang perjalanan, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut hadijah dan umar. Sampailah umar di dalam hutan belantara, dan ia bergegas meninggal kan ibu nya di tengah hutan, tapi alangkah terkejut nya umar ketika ia berjalan sudah terlalu jauh dan ia lupa akan jalan pulang. Di dalam kebingungan umar, hadijah yang terbaring lemah di tanah berkata,

“ anak ku umar, aku sudah menduga hal ini akan terjadi, kau sangat marah pada ku sehingga kau tidak menyadari sampai mana kau berjalan.. disepanjang jalan kau membawa ibu pergi, ibu selalu mematah kan ranting-ranting pepohonan yang kita lalui, ikuti lah ranting – ranting itu nak, temui istri mu.. pulang lah..”

mendengar perkata’an hadijah hati umar bergetar hebat.. air mata membanjiri wajah nya.. segera ia memeluk ibu nya.. dan ketika itu juga hadijah berkata di tengah tubuh nya yang lemah

“ khilaf itu hak nya manusia nak.. meski ibu menangis, ibu tetap bangga mempunyai anak yang berbakti seperti mu.. ibu mema’afkan mu umar…!!”

Nampak suara hadijah melemah.. umar berkata dengan berhamburan air mata “ ma’afkan aku ibu,,, “ seraya memeluk tubuh hadijah yang terbaring ditanah.. umar mengulang perkata’an ma’af pada ibu nya sampai berkali-kali namun tak ada jawaban dari ibu nya.. umar mencoba mengangkat tubuh ibu nya dari rangkulan nya.. apa yang umar dapati…?? Jasad ibu nya mengembang kan satu senyuman penuh arti tanda hadijah yang mengasihi anak nya, walau umar telah melukai batin nya, rerumputan dan pepohonan menjadi saksi kepergian hadijah. Umar berada dalam penyesalan yang dalam,terhadap kesalahan nya sehingga membuat dirinya gila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar