Kamis, 05 Desember 2013

Istri Untuk Suamiku II


15-8-2011
Dua bulan sudah akad nikah suami ku dengan wanita itu berlalu. Kini Aku dan Mas firman telah resmi bercerai. Berat kurasa, namun ku fikir ini adalah takdir Allah SWT dalam hidupku. La Tahzan innallaha ma'anna… Itu lah yang ku yakini saat ini, maka karenanya aku tak perlu sedih dengan pahit manisnya masa lalu.
"Aku tak pernah membenci mu, mas firman". Kata ku dalam hati, sambil hela nafas panjang mengiklaskan semua yang terjadi. "Semua yang terjadi, memang sudah harusnya terjadi, tak perlu ku sesali". Tambahku.
Mas Firman menyerahkan seluruh harta gono gini atas namaku, dengan alasan karena dia masih menyayangi ku. Terlebih dia tau, bahwa aku masih membutuhkan biaya untuk kuliah, tetapi semua itu aku kembalikan. Aku tak mau menimbulkan salah faham, terlebih mas Firman segara memiliki buah hati, karena istrinya sekarang sedang berbadan dua.

"Janda…!" terucap tipis dari bibirku.
Tak pernah terlintas dalam benak ku menjadi janda diusia muda, diusia 23 tahun aku telah menyandang gelar itu. Gelar yang sering dianggap miring dan dipandang sebelah mata dalam kehidupan sosial. Tapi aku yakin, aku dapat menjalani ini semua, dengan tetap istiqomah berpegang pada tali Allah.
"Ya Allah". Aku terperanjat kaget, tanpa sadar dalam renunganku tadi bolpoint ku menuntun ku pada sebuah puisi.
Aku tak ingin menjadikan cinta
Seperti senapan yang siap menembakku….
Aku tak ingin membuat cinta
Seperti onggokan arang yang hanya diam di tempat…
Aku tak ingin mengubah cinta
Seperti dedaunan yang gugur lalu hilang bersama angin…
Aku takkan pernah menjadikan cinta
Sebagai sesal yg kekal membekas di hatiku…
Aku ingin cinta selalu ada, Menghiasi tiap celah hidup yang kulewati
Aku ingin cinta tetap hidup, Menjadi cerita indah yang akan ku kenang di masa tuaku
Aku ingin cinta itu bertahan, Hingga ajal datang menjemputku….
Hahhh….semua masih tentang cinta…
Semua masih terpesona oleh cinta…
Begitu pula diriku….
yang memuja cinta di hatiku…
Selama ada kamu…
Selama itu pula aku akan selalu mengenal cinta…
Namun kini kau telah pergi,
Maafkan aku harus kembali menata diri ini..
By : Aqillah
15-9-2011
Tahun ajaran baru sudah dimulai, perkuliahan pun kembali dimulai. Tiga semester lagi aku telah meluluskan kuliahku dan menjadi seorang sarjana pendidikan. Pagi itu, seperti biasa kuawali hari dengan shalat subuh, memasak dan merapihkan rumah.
Tapi ada yang berbeda kurasa pagi ini, aku hanya shalat subuh sendirian dikamar. Saat ku memasak sarapan pagi, tidak ada lagi Mas Firman yang memelukku dari belakang sambi
berbisik. "Masakan mu harum dek, seharum kamu saat Mas cium kamu". Lalu mas firman cium pipi ku dan ngeloyor duduk di meja makan.
Teringat masa-masa itu membuat mataku berkaca-kaca, kami berpisah memang bukan kehendak kami, tapi mungkin ini jalan terbaik untuk kami. Allah maha mengetahui hal yang tidak kami ketahui, dan kami hanya bisa berserah diri dan mempelajari hikmah yang tersembunyi.
Hidangan sudah siap, papah dan mamah pun sepertinya sudah kembali dari olahraga pagi.
"Maahhh…. Pah…" sahut ku.
"Sarapannya udah siapppp, ayuk kita sarapan bersama" pinta ku dari dalam.
"Ia nak sebentar…" sahut ibu dari luar rumah.
Tidak berapa lama, papah mamah pun datang, kami sarapan bersama. Ku lihat papah dan mamah tampak menikmati makanan yang aku buat.
"Nakkk…., nakkk. Aqillah…" sahut papah.
"Hmmm, yach pah!" jawab ku agak terperanjat karena terpekun memandangi sudut lain.
"Papah harap. Kamu bisa mengikhlaskannya dalam hatimu juga, bukan sekedar lisan. Insyaallah itu akan jauh lebih menenangkan". Hemat ayah ku, agar aku bisa melupakan semua.
"Bersahabat lah dengan ketetapanNya, baik susah mau pun senang. Agar jiwa mu lebih stabil." Tambah ayah.
"Ayah tau, nasi goreng keju yang kamu buat ini adalah makanan kesukaan mas firman mu toch?" tanya papah.
"Ia pah, aqillah pun tak sengaja memasaknya." Jawabku.
"Tak apa nak, ibu faham kok, walau keadaan tak memihak kalian, bukan berarti kita harus membenci keadaan itu." Ibuku berkata.
"Benar kata ibu, tetaplah kita berbaik hati dengan mas firman dan keluarganya. Insyaallah, Allah akan memperbaiki kehidupan mu." papah mempertegas apa yang ibu maksud.
"Ia pah, hmmm sudah hampir jam 8 pah… mah. Aqillah pamit berangkat dulu yah." Kata ku sambil bergegas bangkit dari meja makan. Aku bersalaman dan langsung melesat menghilang dibalik dinding.
Aku lebih suka pergi berangkat kuliah dengan naik angkot, selain lebih santai serta tidak melelahkan. Aku juga bisa menghemat biaya pengeluaran, bila dibandingkan ketika harus mengendarai kendaraan pribadi. Hmmm aku senyum-senyum sendiri, di shelter ini pertama kali aku bertemu mas firman dulu, saat dia masih dalam masa pendidikan di AKPOL.
Mataku memindai sudut demi sudut shelter itu. "hmmm ini shelter tampaknya sudah tidak seperti dulu. Terlihat kumuh dan tak terurus". Kata ku dalam hati ini.
"Banyak poster dimana mana, atapnya bocor, bangkunya tak ada, sungguh sangat tidak nyaman, dibandingkan dulu".
"Mungkin kah ini juga yang terjadi pada kisahku dengan mas firman setelah rahim ku di angkat?" Tambah ku dalam hati.
Tiba - Tiba "Cit ciiiiiiiit, ngiiiikkkkkkk" sebuah motor VIXION berwarna putih berbelang hitam dengan nomor B 4356 IUB berhenti didepanku. "Mas Firman!!" dalam hatiku.
"Assalamualaikum dek…" Mas Firman menyapaku.
"Waalaikumsalam mas…" ku menjawab salamnya. "Mas firman tugas disini lagi?" Tanya ku dengan nada bingung.
Mas Firman hanya terdiam, dan menunduk.
"Maaf mas, sudah hampir jam 8. Aqillah harus bergegas ke kampus ada kuliah pagi." Kata ku memohon diri.
"Sebentar dek!!" Mas firman meraih lengan ku.
Aku tersentak, dan aku lepaskan pegangan itu. "Mas jangan begini mas, kita bukan suami istri lagi, aku gak mau sampai ini menjadi fitnah, terlebih bila istri mas tau." Tegasku kepada mas firman.
"Maaf dek, bukan maksudddd…" belum selesai mas firman bicara, handphone ku berdering.
"TulaliiiiiiiT Tulaliiiitttt…" bergegas ku rogoh katong gamis yang ku kenakan, setelah ku lihat layar handphoneku, terlihat nama kak syila disana…
"Assalamualaikum kak…" aku mengawali pembicaraan
"Dek tolong temui kakak, kakak masuk IGD di Aceh Internasional Hospital, ada masalah dengan kesehatan kakak." Jawab suara dari seberang sana yang tak lain kak syila.
"Siapa dek…" tanya mas firman.
"Kak syila masuk IGD, aqillah diminta untuk kesana mas, maaf mas syila buru-buru." Kata ku sembari panik.
"Ya sudah, mas antar, adek naik motor mas." Perintah mas firman.
"Tidak mas Aqilla takut jadi fitnah, biar aqillah naik taxi ajah, aqillah mohon mas mengerti." Kata ku menolaknya secara halus.
"Dek, ini darurat. Ini keadaan genting, mas harap kamu bisa bedakan situasi. Bila terjadi apa-apa dengan syila bagaimana?"
Aku fikir apa yang dikatakan mas firman ada benarnya juga.
"Baik lah mas…" Aku langsung bergegas naik kemotor mas firman.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, aku merasakan kenangan lama terulang kembali, tapi ini mungkin yang terakhir kali. Kupandangi mas firman dari belakang, rasanya ingin sekali memeluknya, tapi aku sadar… dia bukanlah milikku lagi, merasakan kondisi seperti ini, aku berdo'a dalam hati.
"Ya Allah,"
"Aku terima kondisiku yang sulit melupakannya dan masih menyayanginya, maka terimalah aku dan ibadah- ibadahku." Sambil ku tarik nafas panjang

"Ya Allah,"
"Aku maafkan masih hadirnya rasa sayang yang tak layak ini, aku maafkan dirinya yang sulit kulupakan, aku maafkan diriku yang terjebak dalam rasa cinta yang menggelisahkan, maka maafkanlah ia dan maafkanlah aku, yang akhirnya harus terpisah."
"Ya Allah,"
"Ku lepaskan rasa sayang ini dariku, maka lepaskanlah rasa sayang yang tak layak ini dariku, aku adalah aku, rasa sayang kepadanya bukanlah aku. Aku adalah hamba yang hanya bergantung kepada-Mu dan berharap kasih sayang-Mu."
"Ya Allah,"
"Ku serahkan urusan hati ini sepenuhnya kepada-Mu , maka serahkanlah ketetapan-Mu yang terbaik kepadaku. Dan sayangilah aku dalam peluk kasih sayang-Mu." "Aamiin.."
Tak beberapa lama kami pun sampai dirumah sakit, langsung saja kami menuju resepsionis. Kami diberitau kak syila dirawat dikamar VIP Mawar 3. Kami berdua langsung menuju kamar tersebut, sesampainya disana ku lihat kak syila sedang tidak sadarkan diri, dan dokter baru saja memeriksa keadaannya.
Dokter berpesan agar jangan sampai menggangu istirahat kak syila, bila ada yang ingin mendapingi cukup dua orang saja. Dokter pun sempat menanyakan suami kak syila, tapi aku jawab mas ozi sedang di surabaya, akhirnya dokter berpesan agar segera di hubungi. Aku pun langsung menghubunginya, dan mas ozi berkata baru bisa pulang esok hari dengan pesawat pagi.
16-9-2011
Keadaan kak syila semakin memburuk, dokter memindahkan kak syila keruangan itensif. Banyak selang yang terhubung kebagian tubuh kak syila, aku bingung sebenarnya sakit apakah kak syila ini?
Aku hanya dapat memandangi kak syila dari balik kaca pembatas, tubuhnya tampak begitu lemah dan tak berdaya. Aku sangat khawatir dengan kandungan kak syila, dia sangat mengharapkan bayinya lahir dengan selamat.
"Sungguh dia adalah wanita yang shaleha". Dalam hati kecil ku bicara.
Ku lihat jam tanganku sudah pukul 09:00 WIB, tapi mas Ozi belum juga datang, mana tidak ada kabar lagi. "Hmmmmm…" desah ku.
Kembali ku pandangi kondisi kak Syila sambil bergumam sendiri.
"Kak…, cepat sadar kak, cepat sehat". Harapku dalam hati.
Aku sangat mengharapkan kesembuhannya, masih banyak hal yang belum aku pelajari darinya.
Dia Wanita yang selalu menjaga ketaatannya pada aturan-aturan Allah dan rasul-Nya. Setiap untaian kata dan perbuatan yang ia sampaikan padaku sangat bernilai, bagaikan untaian intan yang bermutu tinggi.
Dia mengajarkan aku untuk selalu menjaga akhlak, terutama sifat malu. Menurutnya sifat malu dapat memadamkan keinginan untuk berbuat tercela. Juga menahan keinginan menampilkan perhiasan dan auratnya bagi lelaki yang bukan mahramnya.
Dia mampu menjaga kehormatan dan kepercayaan suaminya disaat mereka berjauhan, serta memberikan rasa nyaman dan tentram saat suaminya kembali pulang. Akhlaknya itu mencerminkan kekokohan iman dan kemampuannya menjaga diri (iffah) sebagai wanita muslimah.
Dari kejauhan tampak seorang laki-laki berlari dikoridor, ku pusatkan pandanganku kepadanya. Tampaknya aku sangat familiar, badannya proporsional, rambutnya cepak, wajahnya bersih dan bercahaya.
"Subhanallah itu mas Ozi".
"mas… mas Ozi…" ku lambaikan tangan, memberi tanda bahwa aku dan kak syila ada disini.
Lalu mas ozi berlari kearah dimana aku berada, dia tak mempedulikan banyak orang yang memperhatikanya. Mungkin orang-orang memperhatikannya karena dia masih berseragam TNI Angkatan Laut lengkap.
"Dik…, Gimana keadaan kakak mu ?" Tanyanya dengan nafas terengah-engah.
"Gimana dik, tolong ceritakan sama mas". Kembali mas ozi bertanya, dengan mimik wajah penuh kekhawatiran.
Aku hanya menoleh kearah kak syila berada.
Tas ransel dalam gendonganya terjatuh, dan mas ozi terhuyung kedepan. Untung saja kedua telapak tanganya sempat mengapai kaca pembatas tempat kak syila dirawat. Dia pandangi istrinya yang tergolek lemah.
"Astaghfirullah… apakah sebenarnya yang diderita istriku hingga sedemikian parahnya". Dalam tangisnya mas ozi berkata, di tampak begitu terpukul melihat keadaan kak syila.
"Mas, lebih baik mas ozi langsung temui dokter. Karena dokter hanya ingin menceritakan semuanya sama kakak". Kataku sambil menyodorkan tisu ke arahnya.
Tapi mas ozi tak mengambilnya, dia hanya menengadahkan wajahnya kelangit-langit dan mengepalkan tangannya, tampaknya ada rasa kesal dan menyesal yang ingin dia luapkan.
18

"Mari mas biar aqilla antar". Aku mundur beberapa langkah, lalu berbalik dan melangkah keruangan dimana dokter berada. Mas Ozi mengikutiku dari belakang. Saat menuju ruangan dokter mas ozi hanya terdiam, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"Ini ruangannya, mungkin sebaiknya kakak saja yang masuk, aqilla akan kembali ke tempat kak syila". Kata ku sambil membukakan pintu ruangan dokter.
"Kreeeeeekkkk weiiit" pintu yang kudorong berbunyi.
"Maaf dok, ini suami dari kak asyila". Kata ku sambil mempersilahkan mas ozi masuk, mas ozi pun melangkah masuk dan mencoba tersenyum walau tanpak sedikit dipaksa.
"Oh… silahkan duduk." Kata dokter tersebut.
"Dok, bagaimana keadaan istri saya dok!!" ku dengar mas ozi berkata, mendengar hal itu aku jadi enggan kembali ke tempat kak syila berada, aku ingin tau sebenarnya kak syila ini kenapa.
"Bagaimana dok, tolong jelaskan!!" Mas ozi kembali bertanya dengan nada panik.
"Tenang pak tenang…" Kata dokter tersebut.
"Iya dok saya tenang…, tapi sebenarnya apakah yang di derita oleh istri saya dok?" Kudengar mas ozi kembali berkata.
"Sebenarnya berat bagi saya untuk mengatakan ini pada pak ozi". Balas dokter tersebut menjawab pertanyaan mas ozi.
"Ia dok, saya paham, tapi sebaiknya dokter ceritakan yang sebenarnya." Mas ozi tampak sangat penasaran.
"Baik lah pak…" dokter tersebut kembali bicara.
"Apakah bapak selama ini pernah melihat kalau istri anda tiba-tiba mimisan, terlihat pusing yang hebat". Tanya dokter ke Mas ozi.
"Jujur dok, saya dan istri saya jarang bertemu. Saya bertugas di surabaya dan istri saya tinggal disini, jadi saya kurang mengetahui hal itu. Tapi kira-kira 1 tahun yang lalu saya pernah dapati istri saya mimisan dan pingsan". Jawab mas ozi menjelaskan kronologinya.
"Hmmmm, baik lah. Saya akan berterus terang, agar anda lebih dapat memperhatikan istri anda, seebenarnya istri anda mengidap enchepaletis bachteria". Dokter tersebut menjelaskan.
"Apa dok?" Mas oji nampaknya terkejut.
"Iya pak ozi, istri anda mengidap radang selaput otak, dan sekarang sudah memasuki stadium akhir. Tambah dokter menjelaskan kembali keadaan kak syila.
"Astaggfirullahal ‘Adzim…kak Syila..!!" Saya pun tersentak kaget mendegar hal itu. Aku baru mengetahui kalau kak syila mengidap enchepaletis bacteria.
"Dok!! Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya dok. Berapa pun biayanya saya akan usahakan." kembali mas ozi berkata.
"Bukan soal biaya pak ozi, tetapi memang masalahnya kondisi istri anda sudah sangat sulit. Hak terburuk anda bisa kehilangan keduanya." Dokter itu menjelaskan kembali duduk masalahnya.
"Dok tolong dok! Istri saya sedang mengandung anak pertama kami, Saya ingin istri saya dan anak kami dapat selamat". Kembali mas ozi meyakinkan dokter.
"Saya faham pak ozi, tapi kami sudah berusaha. Mari kita sama-sama berdo'a dan memohon rahmat Allah, semoga Allah dapat memberikan mukjizatnya pada istri anda." Dokter memberikan solusi.
Air mata ku menetes, aku tidak pernah menyangka ini semua. Ternyata seseorang yang ku anggap paling bahagia hidupnya dan sangat harmonis kehidupan rumah tangganya. Menyimpan beban hidup yang lebih berat dari yang ku alami. Aku salut dengan kak syila, dia pandai mengemas masalahnya sampai orang terdekatnya pun tidak pernah mengetahui penderitaannya.
"Hik hik hik" aku tak tahan mendengar pembicaraan mas Ozi dengan dokter itu. Akhirnya aku berlari menuju kamar kak syila, aku tempelkan tangan ku pada kaca pembatas tempat kak syila dirawat, seolah-olah aku membelai kak syila, memberikan support dan kekuatan untuk kesembuhannya.
Tak berapa lama mas ozi pun datang, dia tampak bingung dan juga sedih. Biasanya dia mengecup kening istrinya bila bertemu, kali ini mas ozi hanya bisa menatap tanpa bisa menyentuh istrinya itu dari balik kaca ruang itensif. Dia jatuhkan tubuhnya hingga terduduk bersimpuh didepan kaca pembatas, mas ozi ceritakan semua pembicarannya dengan dokter itu, walaupun sebenarnya aku sudah tau.
17-9-2011
Keesokan harinya aku kembali kerumah sakit, aku bawakan makanan dan minuman untuk mas Ozi. Mamah dan Papah pun turut serta, keluarga kami sudah menganggap Kak syila dan mas Ozi adalah bagian dari kami.
"Subhanallah…" Mas ozi masih setia menungui kak syila didepan kaca beralaskan sajadah. Aku jadi teringat dengan mas firman, apakah dulu dia pun melakukan hal yang demikian.
"Umi…, Kapan kamu sadar sayang. Abi sudah sangat rindu dengan semua tentang umi". Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir mas ozi.
Seakan mendengar suara suaminya, tangan kak Syila yang lemas itu mulai bergerak perlahan. Mas Ozi mengamatinya namun gerakkan itu terulang lagi, betapa senangnya dia melihat kak syila sudah mulai menunjukkan kesadarannya.
20

Menyadari hal itu, mas ozi segra bergegas kembali keruangan dokter, memberitahu bahwa kak syila sudah menunjukkan tanda-tanda kalau telah sadar.
Ketika dokter dan mas ozi memasuki ruangan, Kak Syila sudah sadar sepenuhnya. Dokter segera memeriksa keadaan kak syila, dan mas ozi berdiri disamping istrinya.
"Ini sungguh rahmat Allah yang luar biasa. Keadaan istri anda tiba-tiba stabil, pak ozi". kata dokter setelah memeriksa kak syila.
"Aku kenapa ada disini?" tanya kak Syila lemah.
"Kamu sudah dua hari koma, sayang. Tapi syukurlah sekarang kamu sudah sadar untuk abi" mas ozi menjelaskan sembari mencium kening istrinya itu.
Kak syila akhirnya di pindahkan ke ruang perawatan biasa karena kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan untuk berlama-lama di ruang intensif. Setelah beberapa hari kondisinya mulai membaik. Kak Syila minta untuk pulang saja, dia tampaknya tidak senang berlama-lama di rumah sakit.
"Kenapa umi minta pulang sih… Umi kan masih perlu perawatan". Kata mas ozi segera memeluk kak syila.
"Aku rindu sekali dengan suasana rumah, umi kangen masakin makanan buat abi, tahajud bersama dan masih banyak lagi". Kak syila melepaskan dirinya dari tubuh mas ozi.
"Tapi umi butuh istirahat yang cukup. Dokter bilang umi tidak boleh kelelahan". Kak syila segera meletakkan telunjuknya dibibir ka ozi, memberi isyarat agar suaminya itu diam.
"Satu minggu lagi kan milad yang kelima pernikahan kita bi. Umi gak mau dirumah sakit, umi mau malamnya kita ke masjid baiturrahman bi, tempat pertama kali kita ketemu. Ada hal penting yang ingin umi sampaikan sama abi" pinta kak syila.
"Baiklah, abi akan tanyakan pada dokter". Kata mas ozi menenangkan istrinya.
Dokter pun mengijinkannya, "Mungkin saja suasana rumah bisa memberikan kenyamanan baginya yang bisa berpengaruh pada kestabilan kondisi bu Syila". Kata dokter menyusul kalimat mas ozi.
"Aqillah mana bi…?" Tanya kak syila mencari aku.
"Adek disini kak…" Aku melangkah dan lalu berdiri disamping kak syila.
"Makasih ya dek, sudah mau dampingi kakak". Katanya dengan nada lemah. "Oh iya, minggu depan kamu ikut yah ke masjid baiturahman, nanti setelah itu kita rayakan hari jadi pernikahan kakak". Pinta kak Syila, dia pun tersenyum meyakinkan bahwa aku harus ikut.
"Baik lah kak". Adek ikut.
Papah dan mas ozi berbincang-bincang diluar kamar, ku lihat papah dan mas ozi begitu akrab dan mas ozi tampak begitu riang, mungkin karena kak syila sudah sadarkan diri.
24-9-2011
Seminggu pun berlalu, hari ini adalah hari jadi pernikahan ka Syila dan mas Ozi yang kelima. Aku hadiahkan untuk mereka sepasang baju batik yang indah untuk mereka berdua. Kami janjian bertemu ba'da magrib, biar kami bisa shalat isya berjamaah disana, lalu terus kerumah makan untuk merayakannya.
Sebelum magrib aku berangkat duluan, aku shalat magrib disana. Dan setelah magrib aku duduk disalah satu sudut tepatnya itu letaknya dibawah kubah utama. Sedikit gelap memang, tapi aku sengaja agar tidak banyak orang yang memperhatikan aku.
Aku pernah dengar cerita kak syila, bahwa di tempat ini mas ozi pernah membacakan surah ar-rahman untuk melamarnya. Yah walau dengan membaca dari musaf yang mas ozi bawa, katanya mas ozi cukup baik bacaannya. Lalu ka syila meminta agar mahar pernikahanya adalah cukup seperangkat alat shalat dan hafalan surah arrahman, dan mas ozi menyagupinya.
Aku pun coba membuka al-qur'an, aku cari-cari surah arrahman dan mulai membacanya. Sepertinya ada dua orang yang datang dan duduk dibalik dinding tempatku berada? Tapi aku hiraukan saja meraka, mungkin muda-mudi yang ingin shalat.
"Umi mau bicara apa…" salah satu dari meraka bicara. "Hmm ternyata sepasang suami istri". Kata ku dalam hati, sambil kuteruskan bacaan Qur'anku, tapi telingaku terpaksa mendengakan pembicaraan mereka.
"Abi sayang tidak dengan umi" kata wanita dibalik dinding itu, tapi seprtinya aku kenal suara itu. Itu suara kak Atsyila, lalu aku pindah kesudut lain untuk memastikan apakah itu mereka atau buka.
"Akhh disini tempat yang tepat". Kata ku dalam hati, dan benar saja itu kak syila dengan mas ozi. Aku mau hampiri meraka, tapi aku berfikir ulang. Lebih baik aku tunda beberapa menit lagi. Kali ajh ada hal penting yang ingin diutarakan diantara mereka.
"Tentu saja abi sayang sama umi. Kenapa umi bertanya gitu sih sama abi". Kudengar kembali pembicaraan meraka.
"Kalau abi sayang sama umi, berarti abi mau kan memenuhi semua keinginan umi tanpa terkecuali" kali ini aku melihat mata Kak Syila menatap mas Ozi.
"Apapun itu, jika aku sanggup". Jawab mas Ozi.
22

"Abi harus menyanggupinya karena ini demi kelanjutan hidup abi setelah umi tiada nanti" ucap kak Syila yakin.
"Astaghfirullah, kenapa kak syila bicara seperti itu" dalam hatiku sambi menutupi bibirku dengan jemariku. Aku yakin hati kak syila terasa perih saat mengucapkan semua itu.
"Tidak mii! Kenapa umi bicara seperti itu, umi pasti sembuh abi yakin itu". Mas ozi meyakinkan kak syila.
"Abi tadi sudah bilang kan? Kalau abi mau memenuhi semua keinganan umi. Kalau tidak mau berarti abi tidak sayang lagi sama umi" ucap Kak Syila sedih.
"Baiklah, apa sih keinganan umi itu? Katakan saja langsung" Mas Ozi akhirnya mengalah, dia tidak mau jika Kak Syila sedih yang akan membuat kondisi istrinya drop nantinya.
"Umi mohon dan umi ingin abi mau untuk menikah lagi dengan perempuan lain". Kak Syila berbicara dengan sedikit parau, seolah-olah mencoba menguatkan hatinya untuk dapat berkata seperti itu.
Hening sesaat…
Aku pun mematung, rasa kaget dan tak percaya mendengar semua itu, aku saja tak ingin dimadu saat Mas firman menikah dengan perempuan itu, tapi mengapa dengan kak syila?
Apakah alasannya?
"Apa sih yang umi bicarakan sayang? Itu gak benar bukan mi?" ucap mas Ozi kesal mendengar keinginan konyol istrinya itu.
"Umi serius bi. Abi tau kan kondisi umi saat ini".
"Tidak…Abi tidak mau menikah dengan perempuan manapun. Abi cuma cinta sama Umi, tolong jangan meminta abi untuk melakukan itu" ucap mas Ozi berlutut di hadapan Kak Syila.
Kak Syila tertunduk, tampaknya butir-butir air matanya jatuh membasahi wajah mas ozi yang menghadapnya. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya yang bisa kak syila lakukan agar suaminya bisa bahagia jika kelak dirinya pergi untuk selamanya. Karena setahuku, kak syila memaksa untuk melahirkan bayinya, walaupun resikonya dia takan selamat atau bisa jadi keduanya.
"Abi yakin umi pasti sembuh, dan anak kita akan terlahir selamat. Dan kita akan hidup bahagia selamanya" jelas mas Ozi optimis.
"Itu tidak akan mungkin bi. Abi harus menikah lagi dengan perempuan lain, dan bila nanti kondisi buruk terjadi saat umi melahirkan putra kita. Umi bisa pergi dengan tenang, karena umi melihat abi telah bahagia, ada yang menggantikan umi untuk mengurus abi. Juga bila anak kita terlahir selamat, dia pun ada yang memberikan kasih sayang seorang ibu" Kak syila berusaha meyakinkan mas ozi agar mau memenuhi permintaannya itu.
23

"Tapi kenapa harus menikah lagi mi?". Kata mas ozi dengan nada menurun.
"Karena waktu umi tidak banyak lagi untuk bersama abi, Umi sudah menemukan perempuan yang pantas untuk menjadi pendamping hidup abi kelak jika umi sudah tiada". Ucap kak syila penuh harapan.
"Umi mau sebelum waktu umi tiba. Abi harus sudah bahagia dengan perempuan itu" Mas Ozi sudah tidak mampu menjawab ucapan kak syila wajahnya tertunduk, ku lihat butiran air matanya sudah membasahi lantai dibawahnya.
"Abi mau kan menyanggupinya demi Umi?" Kak Syila berdiri, dan mengangkat wajah suaminya itu.
"Umi tidak mau melihat abi menangis, yang umi mau adalah jawaban dari abi" Kak Syila minta mas ozi berdiri dengan lutunya sehinga sejajar dengannya yang duduk dikursi roda, menghapus air mata yang mengalir di pipinya mas ozi yang cubby.
Ku lihat mas ozi seolah-olah sedang menguatkan hatinya untuk berkata "ya", namun nampaknya sangat sulit sekali. Tapi mas ozi sangat menyayangi kak syila, dia selalu melakukannya jika hal itu bisa membuat istrinya bahagia. Karena kak syila pun demikian dengan mas ozi.
"Baiklah abi mau, itu semua demi Umi" ucapnya yakin, kak syila menundukkan sedikit kepala mas ozi dan segera mencium kening suaminya itu.
Aku tak tahan melihat adegan itu, aku bangkit dari duduk, dan baru saja aku hendak menghindar. Kak syila memanggilku, "dek Aqillah, Mau kemana?" teriaknya. Sepertinya kak atsyila sudah menyadari keberadaanku disini.
"Tunggu dek" kak asyila mengemudikan kursi rodanya kearah ku. Sedangkan mas ozi masih terdiam disana, mungkin dia masih sedih dan tak percaya istrinya meminta semua ini.
Aku berjalan menuju kak asyila yang bergerak kearahku, dengan maksud membantunya mendorong kursi roda. Sambil berjalan, ku segerakan mengusap air mataku dan pura-pura tak mengetahui apa-apa.
"Dek, antar kakak ke toilet yah". Pinta kak syila, tanpa sedikit pun curiga pada kak syila.
"Iya kak, aqila juga mau cuci muka." Jawab ku, sambil berfikir kesempatan untuk membasuh muka ku yang sembab karena menangis tadi.
"Abi... umi dan aqillah ke toilet dulu yah sebentar." Teriak kak syila ke mas ozi
"Iya sayang, hati-hati sedikit licin" jawab pria yang sangat menyayangi istrinya itu.
24

Kami pun bergegas menuju toilet yang tak jauh dari tempat kami berada, kira-kira 50 meter. Sesampainya disana kami pun sibuk dengan keperluan masing-masing. Setelah aku selesai aku lihat kak syila masih ditempat yang semula pada saat kita sampai ditoilet.
"Katanya kakak mau cuci muka" Tanya ku dengan sedikit genit, dengan maksud ingin menghibur.
"tadi kakak udah elap pakai tisu basah, kakak lupa tadi ada tisu basah di dalam tas kakak" katanya.
"Ya sudah kalau begitu, ayo balik jumpai mas ozi lagi, kasian nungguin" kata ku sambil mendorong kursi roda kak syila.
"Yuk.." kata kak syila.
"Dek, masih suka bertemu firman". Kata kak syila santai.
"Sudah jarang kak, dia kan sudah bukan suamiku lagi" Aku tanggapi pertanyaannya ringan tanpa curiga ada maksud apa.
"Kamu tidak ada niatan untuk rujuk lagi, kakak rasa kamu masih mencintai dia". Kemabali kak syila bertanya.
"Iya sih kak, dalam hati kecil ini masih mencintai mas firman, tapi Allah berkehendak lain. Demi kebahagiaan dia, Aqilla ikhlas korbankan kebahagiaan Aqilla sendiri". Jawabku sedikit berat mengenang masa lalu.
"Dek…, memang kamu gak mau menikah lagi, kamu tidak mau membina rumah tangga lagi". Kata kak syila.
Tiba-tiba aku meneteskan air mata, dan berhenti.
"Kak.. kenapa kakak bicara begitu. Kakak tau kan kalau adek sudah tak memiliki rahim lagi, pria mana yang hendak menikahi adek, kak. Sedangkan tujuan dari sebuah pernikahan selain beribadah adalah untuk memiliki keturunan". Aku terisak, air mata ku menetes dibahu kak syila.
Kak syila menjulurkan tangan kananya dan merahi pundakku, kubungkukan badanku kutaruh daguku dipundaknya hingga pipi kami menempel. Kak syila pun menangis, dia membelai ubun-ubunku yang terbungkus jilbab.
Kak syila menepuk pahanya dengan tangan kiri seolah-olah dia meminta aku ada dihadapannya, lalu ku segera berjalan kehadapan kak syila. Setelah dihadapannya, kak syila memegang daguku, menghapus air mataku.
"Kamu cantik dek, sayang bila tidak ada yang menjaganya." Kata kak syila.
"Kamu baik, shaleha dan kamu wanita yang tegar, tapi kakak gak mau kamu selalu dipandang hina dan buruk dengan statusmu saat ini". Tambah kak syila.
"Kakak boleh mengamanahkan sesuatu sama kamu dek". Pinta kak syila.
"Apa itu kak…?" Tanya ku polos tanpa ada prasngka apa pun dengan masalah tadi.
25

Kak syila keluarkan musaf kecil berwarna emas dari tasnya, ditaruhnya mushaf itu ditelapak tanganku, dan menguatkan genggamannya diatas tanganku, hingga mushaf itu tergenggam oleh kami berdua.
"Seseorang pernah memberi musaf ini kepada kakak, dia meminta kakak agar menjaganya, dan dia akan menjaga hidup kakak sebagai balasannya. Tapi kakak rasa, kakak sudah tidak kuat lagi untuk menjaga mushaf ini, kakak ingin mushaf ini tetap ada yang menjaganya". Ucap kak syila, tanpa aku mengerti apa maksudnya.
"Maksud kakak apa? Adek tidak faham?" kataku mengernyitkan keningku.
"Mushaf itu dari mas Ozi, Kak titip mas Ozi dan putra kakak bila lahir nanti ya dek". Ucap kak syila dengan nada datar.
Jujur aku kaget, mataku terbelalak mendengar permintaan kak syila. Aku baru faham, bahwa itu adalah Emas kawin kak syila dengan mas Ozi, artinya kak syila meminta aku mengantikan posisinya. "Kakak, bicara apa sih". Kata ku sedikit tinggi.
Kak syila syila meraih tanganku, lalu diletakannya ditengah-tengah dadanya, dan berkata "Berjanjilah, demi kakak mu, anggap itu permintaan kakak yang terakhir sebelum kakak pergi, dek".
"Tapi itu tidak mungkin kak. Adek harus menikah dengan mas ozi". Kata ku dengan nada menurun.
"Mungkin saja dik, bila ini sudah kehendak Allah. Kamu bisa menyanggupinya kan dik? Bukan kah adik sudah berjanji sama kakak akan memenuhi permintaan kakak". ucap kak syila mengingatkan pada janjiku dulu. Aku memang pernah berjanji dengan kak syila, bahwa ku kan penuhi permintaan kak syila disaat dia membutuhkan pertolonganku.
"Mana mungkin saya menikah dengan suami kak syila, pria yang sudah aqilla anggap sebagai kakak sendiri. Lagipula Aqilla tidak mau menyakiti perasaan kakak" Aku sebanarnya tak ingin sebetulnya tidak memenuhi permintaan kak syila, "Kenapa malah jadi rumit seperti ini sih, kak". Tambahku merengek.
"Menyakiti perasaan kakak jika Aqilla merebut mas ozi dari kakak. Tapi kali ini kakak yang memintannya sama kamu dik…, itu berarti kakak tidak mungkin tersakiti. Justru kalau Aqilla menolaknya…" belum selesai kak syila selesai bicara ku potong duluan.
"Tapi kalau pun mau menikah, aqilla tidak mau menikah dengan mas ozi. Aqilla akan mencari pria lain, lagian mas ozi tidak akan menyetujuinya. Bagaimana tanggapan orang-orang nantinya kak?" kata ku dengan nada sedikit meninggi.
"Tapi tadi adik bilang adek belum punya rencana menikah? Mas ozi sudah menyetujuinya. Aqill, kalau adik tidak mau memenuhi permintaan kakak ini, kakak mungkin tidak akan bisa bertahan sampai melahirkan putra kakak. Tidak perlu dengar kata orang, yang kakak lakukan ini, ingin menyelamatkan kamu dari fitnah
26

orang karena statusmu, dan kakak ingin putra kakak mendapatkan kasih sayang yang tulus dari seorang ibu, dan kakak percaya kamu adalah ibu yang baik. Bukankah sudah lama kamu mendambakan anak kecil. Lagipula jika kakak meninggal nanti, mas ozi berhak untuk menikah lagi" Kak syila mencoba merubah pendirianku.
Benar memang selama ini aku sering digunjingkan sebagai janda muda. Aku juga mendambakan seorang malaikat kecil, namun aku tak memiliki rahim, pria mana yang mau denganku.
"Kakak mohon ya dek, mohon sekali. Kakak harap adik mau menjadi sahabat kakak dirumah tangga kakak dan mas ozi, dan jangan fikir kakak bebuat ini dengan maksud melecehkan kamu, kakak sayang kamu." Tambah kak syila.
"Baiklah kak, Aqilla mau, jika itu keinginan kakak, adik lakukan ini demi kakak karena adek menyayangi kakak". Aku terpaksa mengatakannya.
Sebuah senyum terukir di bibir Kak syila. Dia menciumi punggung tanganku seolah-olah penuh syukur dan terima kasih kepadaku, tapi batin ini sungguh belum dapat menerimanya. Tapi demi menyelamatkan kak syila dan membesarkan hatinya aku coba untuk sekali lagi berkorban demi orang-orang yang kusayangi.
Kami sudah cukup lama disini, dan mungkin karena terlalu lama kami berada ditoilet, akhirnya mas ozi mencari kami, dan mendapati kami ada di sisi serambi. "Loh kok ada disini" Kata mas ozi.
"Iya bi, tadi cincin umi jatuh disini, sekarang sudah ketemu" kata kak syila menutupi semuanya.
"Oh, ayo mi. kita rayakan ulang tahun pernikahan kita." Kata mas ozi sambil berjalan kearah belakang kursi roda kak syila dan mendorongnya.
"Ayo dek, kamu juga ikut kita rayakan betiga" ajak kak syila kepada ku.
"Iya kak" kata ku.
Setelah berkeliling-keling dengan mobil, beberapa lama kemudian akhirnya kami makan malam bersama di sebuah restaurant. Aku tidak tau kalau niatnya kak syila adalah memberi tau pada mas ozi bahwa aku adalah calon istri pilihan kak syila untuk mas ozi. Jujur aku merasa tidak enak jika nantinya menjadi orang ketiga di antara mereka, dan pasti orang beranggapan aku perebut suami orang.
Setalah memesan beberapa menu, kak syila mengajak kami berbincang-bincang, mas ozi terlihat santai, walau aku lihat ada sedikit beban di wajahnya. Aku yang sudah mengetahui hal ini, jadi merasa canggung dengan mas ozi, dan mungkin mas ozi pun merasakan perubahanku.
Setalah hidangan datang, kami pun bersantap. Tak bebrapa lama pun santap makan telah habis, dan tiba-tiba mas syila berkata.
"Abi…, abi masih pegangkan janji abi." Kak syila memastika mas ozi tentang janjinya.
"Dan ini lah bi, Aqilla. Yang akan menjadi sahabat umi dirumah kita, umi harap abi dapat menerimanya, seperti abi menerima umi dulu dengan segala kelebihan dan kekurangan umi". Tambah kak syila.
Bersambung.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar